Produk Lokal Ramah Lingkungan
“Panas sekali disini dek, banyak kabut asap karena orang bakar lahan.” Begitulah balasan pesan dari Kakakku yang sedang berada di rumah.
Aku adalah seorang mahasiswa yang berasal dari Kalimantan Barat yang sedang merantau di Kota Semarang. Sudah tidak asing lagi jika aku mendengar kabar tentang kabut asap ataupun pembakaran lahan di daerah Kalimantan. Beberapa hari yang lalu, aku mendapatkan kabar melalui status media sosial temanku yang berada di Pontianak. Ia menayangkan sebuah video yang memperlihatkan kabut asap dengan jelas. Hanya dalam selang waktu beberapa hari kemudian, Kakakku curhat bahwa muka anaknya yang baru berumur 1 bulan menjadi merah karena kepanasan dan kabut asap. Tidak habis pikir, padahal jarak antara Kota Pontianak dan Kecamatan Kapuas adalah 194,6 km. Aku yang kurang informasi atau memang kabut asap yang datang secepat itu pikirku.
Aku sebenarnya sedih mendengar kabar tersebut. Tetapi, lebih sedih lagi mengetahui fakta bahwa aku baru saja tahu kabar disana. Mungkin karena kabut yang masih tipis sehingga teman-temanku tidak berkoar-koar di grup angkatan. Bahasa kasarnya, mereka sudah terbiasa dengan hal tersebut dimana terlihat seperti hari-hari biasanya dan tidak ingin dipermasalahkan. Hal seperti inilah yang membuatku teringat akan pikiran yang pernah terlintas dulu ketika pertama kali menginjak kaki di Pulau Jawa khususnya di Kota Semarang.
Aku sedih karena banyak teman-temanku yang berasal dari Pulau Jawa berekspektasi tinggi membayangkan kampung halamanku yang memiliki suasana adem dan bersih karena dipenuhi hutan. Tapi sepertinya mereka lupa bahwa perkebunan sawit juga banyak disana. Bangga? Tidak sama sekali.
Deforestasi atau kegiatan penebangan hutan yang terjadi setahun 2001-2006 untuk ekspansi perkebunan kelapa sawit adalah 130.061 hektare per tahunnya. Bayangkan, setiap 10 menit Indonesia sudah kehilangan hutan kurang lebih 4x lapangan bola[1]. Jujur, aku tidak begitu akrab dengan hutan tapi ketika kecil, seringkali aku diajak untuk mengambil hasil panen buah-buahan. Aku sering menghabiskan banyak waktu di Sungai Kapuas ketika masih kecil. Dulu, aku menganggap itu sebagai rumah keduaku. Disana aku belajar bahwa alam turut memberikan ketenangan pada manusia.
Meskipun sawit memberikan keuntungan yang cukup besar, bukan berarti harga resiko yang akan ditanggung itu kecil. Ekspansi kelapa sawit tidak lepas dari banyak permasalahan seperti penyebab pembakaran hutan, memancing konflik, mengancam wilayah adat, deforestasi, dan membahayakan ekosistem. Bagi saya, yang dijual itu bukan sekedar kelapa sawit tapi juga ketenangan, itulah harga resiko tertinggi yang akan ditanggung oleh semua orang.
Berbicara mengenai lingkungan dan ekonomi, sebenarnya aku ingin kalian menyadari bahwa hal kecil di kehidupan sehari-hari dapat memberikan dampak yang besar terhadap lingkungan dan kehidupan sosial. Contohnya saja produk kesehatan dan kecantikan yang biasa kita pakai. Apakah kalian memikirkan bahwa produk tersebut bisa saja merusak lingkungan? Apakah kalian sadar bahwa uang yang kalian keluarkan untuk membeli produk tersebut telah menyelamatkan satu jiwa diluar sana?
Ayo kita sama-sama lebih peduli dengan produk lokal dan dampak produk tersebut terhadap alam! Dulu saya pernah menemukan Brand lokal yang dengan bangga membuat pernyataan "Teh hijau kami berasal dari Jepang". Sungguh miris, bukan? Sekarang saya banyak melihat penjual masker wajah bubuk dengan legalitas yang tidak jelas yang katanya mendukung konsep ramah lingkungan hanya karena kemasannya berasal dari kertas, padahal kemasan tersebut bisa saja berasal dari pohon. Ingatlah bahwa ramah lingkungan itu harusnya melindungi pohon. Maka, pilihlah produk kecantikan maupun kesehatan yang jelas latar belakangnya.
Ayo kita sama-sama lebih peduli dengan masyarakat sekitar yang berusaha hidup ditengah revolusi industri 4.0 ditambah lagi pandemi Covid-19. Banyak dari mereka yang berinovasi dengan konsep ramah lingkungan sesungguhnya. Ada sebuah pernyataan yang cukup menusuk hati saya yaitu kita sering memperkaya orang-orang yang sudah kaya dan memiskinkan orang-orang yang hidup miskin. Pemilik produk luar itu rata-rata sudah hidup dengan makmur.
Saya juga masih belajar, setidaknya mari kita mulai dengan mengurangi ketergantungan terhadap produk luar. Saya menyadari bahwa kualitas komoditas lokal sebenarnya sangat baik, hanya saja dukungan yang kita beri kualitasnya sangat buruk. Inilah beberapa contoh produk lokal yang ramah lingkungan dan ramah sosial serta berkualitas tinggi tentunya.
1. Madu Hutan Periau
Madu Hutan Periau berasal dari Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Petani-petani madu ini selalu menjaga hutan karena percaya bahwa hutan yang terjaga dengan baik akan menghasilkan madu yang baik juga. Jika kalian mengonsumsi madu Hutan Periau ini berarti kalian juga ikut menjaga hutan dari kehancuran dan menyejahterakan petani-petani di Kedamin Darat sana.
2. Minyak Kemiri
Biji kemiri hasil hutan diolah oleh perempuan-perempuan daerah Jangkat secara tradisional demi kelestarian hutan. Minyak kemiri terkenal dapat menumbuhkan rambut dan bisa mengurangi ketombe. Produk Minyak kemiri ini dapat digunakan segala usia bahkan bayi sekalipun. Dengan membeli minyak kemiri ini, kalian telah mendukung perempuan hebat disana yang telah membantu perekonomian keluarga mereka dan sekaligus juga kalian telah menjaga kelestarian hutan Indonesia yang berlokasi di Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Jambi.
3. Minyak Tengkawang
Tengkawang merupakan nama sebuah pohon asli dari Kalimantan. Pohon ini sangat unik karena hanya berbuah lima tahun sekali. Diperlukan strategi khusus agar hasil alam ini dapat bermanfaat dan tidak menjadi senjata makan tuan bagi penjagaan hutan di daerah kecamatan batang Lupar. Produk yang dihasilkan oleh Tengkawang bisa berupa minyak, mentega ataupun produk perawatan kulit. Masyarakat suku Dayak menganggap pohon Tengkawang adalah salah satu pohon kehidupan karena memiliki banyak sekali manfaat atau serbaguna. Tapi, sayang sekali masyarakat Kalimantan banyak yang meninggalkan pohon Tengkawang dan beralih ke kelapa sawit. Pohon Tengkawang kini hampir punah karena tidak dibudidayakan lagi. Jika kalian membeli produk ini, berarti kalian telah membantu ekonomi petani yang sudah susah payah menjaga dan membudidayakan pohon langka Tengkawang dengan segala strateginya. Kalian juga berarti turut andil dalam melestarikan alam di Kalimantan. Produk ini diolah oleh Komunitas Yayasan Riak Bumi.
4. Kemasan Ramah Lingkungan
Produk ini dihasilkan dari hutan bukan kayu yang bermanfaat untuk makan sekali pakai yang pastinya ramah lingkungan. Kemasan yang diproduksi oleh Plepah ini dapat terurai secara alami hanya dengan 60 hari paling lamanya. Saya tidak perlu menjelaskan lagi dampak buruk akibat kemasan plastik yang tidak ramah lingkungan karena kalian juga sudah pada tahu dan mungkin sudah merasakan ganjarannya. Jadi, dengan menggunakan kemasan yang diproduksi Plepah kalian telah membantu perekonomian petani yang bekerjasama dengan Plepah dan juga menjaga lingkungan.
11. Masker Gambo
Memang ada ya masker yang bisa dipakai kembali dan sekaligus ramah lingkungan? Jawabannya adalah ada. Masker Gambo, terbuat dari pewarna alami dan bisa dicuci kembali. Pemakaiannya pun sama seperti masker pada umunya yaitu menggunakan masker dengan menggantinya setiap 4 jam.
12. Kopi Aming
Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL)
Lingkar Temu Kabupaten Lestari adalah sebuah asosiasi yang dibentuk dan dikelola oleh pemerintah kabupaten untuk bekerjasama mewujudkan lingkungan terjaga dan masyarakat sejahtera. LTKL telah banyak berkontribusi menyejahterakan masyarakat disetiap program yang mereka buat.
Yayasan Madani Berkelanjutan
Tidak hanya pemerintah saja, Yayasan Madani Berkelanjutan (Manusia dan Alam untuk Indonesia Berkelanjutan) sebagai lembaga swadaya masyarakat yang bertujuan untuk memperkuat inisiatif lokal dan nasional dalam melestarikan hutan Indonesia. Madani merupakan lembaga nirlaba yang menjembatani hubungan antar pemangku kepentingan seperti pemerintah, masyarakat sipil dan sektor swasta.
Dukungan masyarakat Indonesia sangat berpengaruh besar dalam kemajuan Indonesia sendiri. Salah satu tujuan dibentuknya blog Kamelawar juga sebagai bentuk dukungan produk lokal. Saya berharap suatu hari nanti, Kamelawar akan menjadi sebuah wadah berkumpulnya produk lokal di seluruh Indonesia agar pecinta produk lokal bisa mendapatkannya dengan mudah. Sekali lagi, ayo kita bergerak untuk memilih produk yang turut menjaga alam Indonesia! Ayo turut andil dalam menyejahterakan masyarakat Indonesia!
Sumber :
Lawareaders adalah nama panggilan untuk pembaca situs Kamelawar.