Tak Terduga! Sosok di Balik Kebangkitan Batik Singkawang Ini Bikin Haru...

Batik Singkawang

"Halo Kak, buka kok hari Minggu, tapi nggak sampai sore. Kalau hari biasa, jam 10.00 - 17.00," pesan singkat itu berkelebat di layar ponselku. Pandanganku jatuh pada jarum jam yang menunjukkan pukul dua belas siang.

Detik itu juga, sebuah semangat membara menyala dalam dada. Terik matahari seolah tak mampu meredupkan tekadku. Aku bergegas bersiap, motor membelah panasnya aspal menuju sebuah tempat yang disebut-sebut menyimpan sejarah.

Sebuah rumah sederhana, putih bersih, hanya bertuliskan "Kote Singkawang," menyambutku dengan misteri. Apa gerangan yang tersembunyi di balik dindingnya yang polos?

Sebuah pintu tunggal mengundangku masuk, dan di dalamnya, aku terpesona oleh hasil karya tangan manusia yang begitu melimpah ruah – batik yang menawan, anyaman yang rumit, dan ukiran yang begitu detail, seakan berbisik tentang kisah-kisah yang terukir di dalamnya.

galeri kote singkawang

Tak lama kemudian, seorang perempuan dengan senyum ramah menghampiri. Namanya Nindi. Ternyata dialah yang membalas pesan singkatku tentang ketersediaan tempat ini di hari Minggu.

Di tengah ruangan, seorang wanita yang tak kukenal namanya, sedang menari dengan cantingnya, menciptakan keajaiban di atas sebuah kain. Menyaksikan seni kuno itu hidup di depan mataku untuk pertama kalinya, aku sejenak melupakan tujuan kedatanganku.

Karena sebenarnya, aku datang untuk bertemu seseorang, seorang wanita yang namanya hanya terukir dalam harapanku. Akankah aku bertemu dengannya di tempat ini?

"Di belakang ada satu orang lagi, Kak. Bisa ke belakang kalau mau lihat," ucap Nindi membuyarkan lamunanku.

Langkahku tergesa menuju bagian belakang rumah. Di sana, di antara uap yang mengepul dari panci berisi batik yang sedang direbus, berdiri seorang wanita yang kucari, yang bahkan terik matahari pun tak mampu menghalangiku untuk bertemu. Priska Yeniriatno namanya, seorang pelopor batik Kote Singkawang.


Daftar Isi

Mengenal Lebih Dekat Priska Yeniriatno

Siapa sangka, di balik keindahan batik Singkawang yang semakin dikenal, ada kisah inspiratif dari seorang perempuan bernama Priska Yeniriatno. Priska yang punya darah Jawa dan Sunda ini punya ikatan batin yang kuat dengan kota kelahirannya.

Meski tak lahir di tanah Jawa yang identik dengan batik, semangat melestarikan warisan budaya membara dalam dirinya. Priska membuktikan bahwa batik bukan hanya milik daerah tertentu, tapi bisa tumbuh subur di mana saja, asalkan ada tangan-tangan kreatif yang menjaganya.

Ayah dan ibunya adalah guru, pegawai negeri sipil yang selalu menginginkan masa depan yang aman bagi anak-anak mereka. Ketika Priska menyelesaikan pendidikan menengahnya, ia bercita-cita untuk melanjutkan ke sekolah seni.

Namun, orang tuanya melarangnya melakukannya, menganggap bahwa perempuan lebih baik memasuki dunia kerja yang lebih stabil. Akibatnya, Priska mengambil jurusan akuntansi, meskipun hatinya sebenarnya terpaut pada seni.

Awal Ketertarikan Priska Pada Batik

Perjalanan kecintaan Priska Yeniriatno terhadap batik dimulai saat ia menempuh pendidikan di Jurusan Akuntansi Universitas Atmajaya Yogyakarta. Di tengah kesibukan kuliah, Priska menemukan cara untuk menyalurkan minat seninya dengan belajar membatik.

Di bawah bimbingan seorang seniman, eyang angkatnya, ia belajar tidak hanya teknik membatik, tetapi juga memahami makna di balik karya seni tersebut. Proses pembelajaran dengan pengalaman langsung ini membentuk kedalaman rasa yang akan kelak menjadi ciri khas karyanya.

Awalnya, batik baginya sekadar objek ekonomi atau berorientasi pada keuntungan. Namun, pengamatannya di Pasar Beringharjo membawanya pada suatu renungan mendalam. Mengapa harga batik bisa relatif murah sementara teknik dan motifnya sangat rumit?

Melalui penelusuran ini, Priska mengenali perbedaan mendasar antara batik tulis dan batik tekstil, yang membuka cakrawala baru baginya dalam memahami seni batik.

Batik adalah teknik atau seni lukis pada kain yang kaya akan nuansa filosofis dan budaya. Namun, tidak semua baju dengan motif menyerupai batik adalah hasil dari proses autentik batik tulis. Membedakan batik tulis dan batik tekstil sangat penting.

Batik tulis dihasilkan melalui teknik manual dengan canting, menciptakan jalanan sejarah dan budaya di setiap motif, sementara baju dengan motif “batik” sering kali dihasilkan melalui metode cetak yang kurang mendalam dalam pemahaman teknik dan budaya.

Awalnya Priska melihat batik sebagai komoditas. Setelah perenungannya, Priska menjadi menghargai nilai budaya, seni, dan kerajinan yang melekat pada batik. Batik lebih dari sekedar cuan.

Lika-Liku Terciptanya Galeri Workshop Kote Singkawang

Setelah lulus, sekitar tahun 2011, Priska kembali ke Singkawang dengan gelar Sarjana Ekonomi dan bekerja sebagai staf akunting sambil menjalankan bisnis butik yang sudah ia dirikan sejak tahun 2008.

Meskipun secara finansial stabil, Priska dihadapkan pada dilema. Ia bekerja, namun rasa hampa dan ketidakbahagiaan terus menghantuinya. Tubuhnya pun sampai tiga kali harus dirawat di rumah sakit karena kelelahan dan tekanan mental.

Dua tahun bekerja di perusahaan swasta, Priska menyadari bahwa pekerjaan tersebut bukanlah passion-nya. Ia pun memutuskan untuk mengundurkan diri. Sayangnya, di tahun yang sama, ia terpaksa menutup butiknya karena tidak terurus, dan usahanya pun mengalami kebangkrutan. Kegagalan ini menjadi pukulan telak baginya, namun ia tidak patah semangat.

Priska berusaha menenangkan diri dan meredakan pikirannya. Ia merenungkan tindakan yang tepat untuk mengambil langkah selanjutnya dengan sisa materi yang dimilikinya. Dengan keberanian, ia akhirnya memutuskan untuk membeli sebuah rumah.

Pada tahun 2013, menggunakan sisa tabungan dan pinjaman dari orang tua, Priska membeli sebuah rumah kosong dan mengubahnya menjadi rumah batik. Lokasi yang strategis di jantung kota menjadi kunci kesuksesannya. Awalnya, ia menggabungkan usaha batik dengan spa, namun seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa minat masyarakat lebih tertuju pada seni batik.

Setahun kemudian, tahun 2014, Priska mendapatkan kesempatan untuk membina 28 ibu rumah tangga di pinggiran kota Singkawang. Program pelatihan membatik yang ia jalani bersama mereka penuh dengan tantangan. Hanya 8 orang yang mampu menyelesaikan program tersebut, namun pengalaman ini justru membuatnya semakin matang dan menyadari pentingnya kesabaran dan ketekunan dalam membina SDM.

Ia akhirnya bertemu dengan teman-teman yang memiliki minat yang sama terhadap batik. Bersama-sama, mereka membentuk satu visi dan misi untuk mengembangkan rumah batik menjadi sebuah galeri workshop, yang kini dikenal sebagai Galeri Workshop Kote Singkawang.

Galeri Workshop Kote Singkawang

Galeri Workshop Kote Singkawang tidak hanya fokus pada pengembangan usaha batik, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti pengangguran, anak putus sekolah, mantan narapidana, dan ibu rumah tangga. Namun, perjalanan yang harus dilalui masih penuh tantangan.

Di tahun 2015, setelah satu tahun penuh upaya, Galeri Workshop Kote Singkawang belum mencapai target yang diharapkan. Fluktuasi anggota tim menjadi kendala tersendiri bagi Priska. Ia mengungkapkan kesulitan terbesarnya adalah mengubah persepsi para perajin, yang seringkali pesimis, bertanya-tanya, "Seberapa laku sih barang seperti ini?" atau "Ke mana kita menjualnya, barangnya kan mahal sekali?"

Priska harus terus-menerus membangkitkan kepercayaan diri dan kemandirian mereka. Namun, melalui proses tersebut, Galeri Workshop Kote Singkawang akhirnya berhasil membentuk tim yang solid dan kompak.

Hingga pada tahun 2017, Priska menemukan informasi tentang SATU Indonesia Awards melalui media sosial. Meskipun saat itu motivasinya masih sebatas hobi, partisipasinya dalam ajang tersebut memberikannya kesempatan untuk mengartikulasikan tujuannya dalam mengembangkan batik di Singkawang.

Priska menyadari bahwa kegiatannya tak hanya sekadar menyalurkan minat pribadi, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian budaya membatik. Setelah melewati berbagai proses, ia akhirnya menerima penghargaan dari Astra. Ia dianugerahi Apresiasi SATU Indonesia Awards 2017 tingkat provinsi. Hal ini menjadi pendorong untuk mewujudkan visi yang lebih besar.

Berkat dukungan tersebut, Priska kemudian mengembangkan tiga kawasan wisata batik di Nyarumbkop, Sedau, dan Cisadane, yang dikenal sebagai Kampung Ragam Corak Singkawang.

Mendirikan Kampung Batik Ragam Corak Tiga Penjuru

Pada tahun 2019, Priska mendapatkan peluang untuk merintis Kampung Wisata Edukasi Batik di tiga kawasan Kota Singkawang, berkat dukungan dari Astra melalui program Kampung Berseri Astra (KBA). Program ini, yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat berbasis komunitas dan mengintegrasikan empat pilar utama kontribusi sosial berkelanjutan Astra, menjadi katalis bagi proyek ambisius tersebut.

Pada tahun 2021, usaha Priska dalam memberdayakan masyarakat berhasil membawa ketiga Kampung Wisata tersebut masuk dalam proyek Desa Sejahtera Astra 2021. Desa Sejahtera Astra (DSA) merupakan pengembangan lebih lanjut dari program Kampung Berseri Astra (KBA).

Program ini berkolaborasi dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, komunitas, start-up, serta masyarakat desa untuk mengembangkan ekonomi pedesaan yang berfokus pada potensi dan produk unggulan desa. Dalam program DSA, masyarakat desa mendapatkan pendampingan berupa pelatihan, penguatan kelembagaan, bantuan sarana dan prasarana, serta akses terhadap permodalan dan pemasaran produk.

Tidak hanya mendatangkan pengunjung, tetapi kampung ini juga mendukung pengembangan kreativitas dan kepercayaan diri para pengrajin batik. Kunjungan wisatawan dalam maupun luar negeri semakin menguatkan eksistensi galeri batik dan memperluas jangkauan produknya.

Priska memberi nama batik hasil kolaborasinya dengan masyarakat sebagai Ragam Corak Singkawang Tiga Penjuru. Istilah 'Tiga Penjuru' mengacu pada tiga gerbang utama untuk memasuki Kota Singkawang, yaitu Kecamatan Singkawang Timur, Kecamatan Singkawang Barat, dan Kecamatan Singkawang Selatan.

Setiap pintu masuk kampung batik ini menampilkan kekhasan adat dan budaya yang unik. Di Singkawang Timur, yang didominasi penduduk suku Dayak, motif batiknya umumnya bercorak tribal dan terinspirasi oleh alam. Priska menetapkan Kelurahan Nyarumkop sebagai lokasi wisata di penjuru timur ini.

Di wilayah pesisir Kecamatan Singkawang Selatan, masyarakat mengekspresikan diri mereka melalui motif dan ornamen yang menggambarkan aktivitas perikanan. Priska memilih Kelurahan Sedau sebagai lokasi wisata di penjuru selatan.

Berbeda dengan Kecamatan Singkawang Barat yang lebih urban, batik di wilayah ini cenderung menampilkan motif abstrak yang mengedepankan pesan-pesan kehidupan. Galeri Workshop Kote Singkawang di Kelurahan Cisadane menjadi pusat wisata di penjuru barat, sekaligus menjadi tempat pemasaran hasil karya dari penjuru timur dan selatan.

Priska berharap bahwa istilah Tiga Penjuru dapat merepresentasikan keberagaman budaya yang ada di Kota Singkawang.

Jejak Kreativitas: Mengirim Anak-Anak Singkawang ke Yogyakarta untuk Belajar Batik

Untuk mewujudkan ambisi besarnya dalam melestarikan batik, Priska membentuk Komunitas Batik Kote Singkawang, menyadari bahwa ia tidak dapat mewujudkan impian besarnya tentang batik seorang diri. Bersama teman-teman kreatif yang bergabung, ia mendiskusikan ide-ide, merancang pameran, kegiatan promosi, dan strategi untuk menanamkan apresiasi batik di masyarakat Singkawang

Priska mulai dengan mengedukasi para ibu rumah tangga dan anak-anak untuk belajar membatik, mengingat kelompok tersebut memiliki banyak waktu luang. Seiring waktu, Priska menyadari kreativitas luar biasa yang dimiliki anak-anak.

Pembatik cilik ini mengejutkannya dengan imajinasi dan pengetahuan mereka yang mendalam. Pemahaman mereka tentang keberagaman etnis dan toleransi di Singkawang menghasilkan motif-motif unik, seperti gambar rumah ibadah yang berdampingan.

Pada awal 2022, Priska memfasilitasi kunjungan belajar membatik ke Yogyakarta bagi anak-anak Singkawang, dan pada Juli 2022, lima di antara mereka terpilih bergabung dengan Komunitas Pembatik Cilik Indonesia.

Puncak kebahagiaan Priska adalah keberhasilan seorang siswa SLB Singkawang meraih juara pertama dalam Kompetisi Batik Nasional di Jakarta ‒ sebuah prestasi membanggakan mengingat Singkawang bukanlah pusat tradisi batik. Kecintaannya pada anak-anak juga terwujud dalam motif-motif batik yang ia ciptakan, sesuai dengan minat dan kesukaan mereka.

Motif Batik Singkawang yang Simbolkan Keberagaman

Bagi Priska, berbagai macam motif batik yang pernah ia buat sesungguhnya itulah batik Singkawang tanpa perlu mendefinisikan motif Singkawang secara terperinci. Meski begitu, menurut Priska kebutuhan akan adanya motif khas Singkawang akan selalu ada dan masih perlu dijawab dengan karya batik khas Singkawang. Dari Sabang sampai Merauke setiap daerah memiliki kain khas sendiri.

Singkawang sebagai kota multi etnis perlu kehati-hatian dalam menerjemahkan identitas setiap etnis kedalam batik agar tidak ada etnis yang merasa terpinggirkan. Singkawang menjadi kota toleran karena tidak ada etnis yang dominan dan politik identitas tidak pernah menjadi isu yang mengemuka.

Motif batik yang dihasilkan Priska adalah perwujudan kepedulian terhadap kelestarian alam seperti motif anggrek dan tengkawang yang terkategori tanaman endemik Kota Singkawang yang hampir punah. Motif nelayan bejale, motif bunga betabur, bunga simpur susun talam adalah motif yang menampilkan kearifan lokal warga Singkawang.

Selain itu, motif yang dihasilkan masyarakat Kampung Batik Ragam Corak juga menjadi batik kota Singkawang karena merepresentasikan kota ini melalui sejarah ataupun hal yang berhubungan dengan Singkawang.

Motif rumah ibadah yang berdampingan yang dibuat oleh pembatik cilik juga menjadi motif khas Singkawang. Batik yang dikembangkan Priska bersama komunitasnya bertujuan agar semangat nasionalisme dan kearifan lokal dapat disosialisasikan melalui batik yang mereka buat.

Priska Yeniriatno
Sumber: Portofolio Priska Yeniriatno

Prestasi dan Harapan Masa Depan

Seorang misionaris batik sejati tak hanya mengajarkan teknik, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur yang terpatri dalam setiap goresan canting.

Dedikasi dan kerja keras Priska telah mengangkat batik dari sekadar komoditas bisnis menjadi upaya nyata pelestarian budaya lokal yang kaya. Partisipasi Priska dalam berbagai pameran membuahkan pengakuan yang semakin luas atas karya dan dedikasinya dalam membangun komunitas batik.

Ia bertekad untuk melestarikan tradisi ini agar batik tetap hidup di tengah masyarakat. Baginya, batik melampaui sekadar motif; ia adalah identitas, harapan, dan wujud kecintaan pada tanah air. Setiap helainya bercerita tentang perjalanan, harapan, dan visi untuk masa depan yang lebih cerah.

Kecintaan kita pada negeri ini tercermin dari upaya pelestarian budaya, termasuk batik. Priska dan komunitasnya mengajak kita untuk tidak hanya mengapresiasi batik, tetapi juga menghargai nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Mari kita wariskan kecintaan ini kepada generasi mendatang, agar setiap kali mengenakan batik, kita merasakan kebanggaan dan kehormatan sebagai bagian dari budaya yang kaya ini. Batik bukanlah sekadar kain ‒ ia adalah identitas bangsa.

Ajining diri saka lathi, ajining raga saka busono dan ajining bangsa saka budaya”, sebuah pepatah jawa yang artinya harga diri ditentukan oleh ucapannya, kehormatan ditentukan oleh pakaian yang dikenakannya, dan martabat sebuah bangsa ditentukan oleh budayanya.

#BersamaBerkaryaBerkelanjutan #KitaSATUIndonesia


Referensi:
Apakah blog ini bermanfaat? Berikan ulasan untuk perbaikan.
5.0 /5.0
2 ulasan
  • 5
  • 4
  • 3
  • 2
  • 1
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
Urutkan
  • Ulasan teratas
  • Terbaru dulu
  1. Karya batik ini bikin aku makin bangga sama budaya lokal kita. Penting banget buat kita jaga dan lestarikan warisan budaya yang kayak gini!
  2. Wah, ini keren banget! Karya batik Singkawang Priska Yeniriatno bener-bener nunjukin kekayaan budaya kita. Setiap detailnya kayak ada ceritanya sendiri!